Semangat yang keras serta rasa pantang mundur patut ditiru. Fadilah, perempuan yang ke-sehariannya menjadi juru parkir. Demi sesuap nasi bagi anaknya, dia rela melakoni pekerjaan yang banyak dilakukan laki-laki itu. Apa yang melatarbelakangi?
FADILAH terlihat sibuk mengatur beberapa sepeda motor di depannya pukul 19.00 Minggu malam (23/9) di Jalan Trunojoyo Pamekasan. Tak ubahnya seorang laki-laki, dia ter-lihat gesit memindahkan sepeda motor yang terlihat tidak tertata dengan baik. Saat memindahkan sepeda motor, anaknya terlihat menangis. Fadilah lalu memberi isyarat agar anaknya berhenti menangis.
Setelah mengatur sepeda motor, Fadilah kembali mendekati anaknya. Dia lalu menggen-dong anaknya yang masih kecil itu. Begitulah aktivitas keseharian Fadilah, warga Desa Toronan, Kecamatan Kota Pamekasan. Ibu dari dua anak ini mengaku rela jadi juru parkir (jukir) demi mempertahankan hidup keluarganya. Demi alasan itu pula, Fadilah harus melakoni jalan yang di luar kebiasaan.
Jika pada umumnya jukir kebanyakan laki-laki, tidak demikian dengan Fadilah. Dia malah rela melakukan tugas laki-laki. Semua itu dilakoninya demi mempertahankan kehidupannya. ”Untuk makan saja sulit, ya harus kerja apa saja,” ucap-nya santai sambil membenahi sepeda motor yang semrawut kemarin malam. Ditanya soal pendapatan dari menjadi jukir, Fadilah mengaku tak menentu. Apalagi, Fadilah masih menjadi jukir jalanan alias tidak terorganisasi.
”Cukup untuk makan saja, jadi harus kerja yang lain juga,” kata Fadilah. Dikatakan, seperti halnya jukir yang lain, dirinya mengaku sangat ingin menjadi jukir yang diakui pemerintah. Sebab, meski perempuan tidak ada halangan bagi dirinya karena pekerjaan ini semata ingin memperjuangkan kedua anaknya untuk menyambung hidup. ”Semoga saya jadi jukir yang punya seragam dan diakui sebagai petugas jukir,” ungkapnya polos.
Untuk keinginannya itu, Fadilah berkeinginan melamar jadi jukir resmi. Namun, dia terkendala oleh ijazah. ”Saya bukan orang berpendidikan, namun saya benar-banar ingin jadi jukir,” ungkapnya. Karena keberadaannya seka-dar jukir pembantu, tak jarang Fadilah harus pindah ketika salah satu pemilik toko tidak berkenan dengan kehadirannya.
Hal seperti itu sudah ter-biasa dialami Fadilah. Bahkan, Fadilah pernah dapat cacian. Dengan rasa sabar dan kegigi-han yang dimilikinya, Fadilah menerima semua itu. ”Itu ujian, tidak masalah saya hadapi. Asalkan anak saya bisa makan,” tambahnya. Sayang-nya, Fadilah enggan menjawab saat ditanya ke mana suaminya. Dia hanya bilang, apa yang dilakukannya demi memper-tahankan hidup dan anak-anaknya. Meski terus didesak soal suaminya, Fadilah hanya diam. Selebihnya dia hanya tersenyum simpul.
Post a Comment